PERIODIASI ANGATAN
Pengertian
Periodisasi
sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai
dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri
tertentu yang berbeda dengan periode
lain.
Angkatan
20’an
UNSUR
ESTETIK
Angkatan 20an :
1) Gaya bahasa perumpamaan
2) beralur lurus
3) Tokoh berwatak datar
4) Banyak degresi ( sisipan )
5) Sudut pandang orang ketiga
6) Bersifat didaktis
7) Bercorak romantic
Angkatan 20an :
1) Gaya bahasa perumpamaan
2) beralur lurus
3) Tokoh berwatak datar
4) Banyak degresi ( sisipan )
5) Sudut pandang orang ketiga
6) Bersifat didaktis
7) Bercorak romantic
UNSUR
EKSTRAESTETIK
Angkatan 20an :
1) Adat kawin paksa
2) Pertentangan paham antar kaum tua dan kaum muda
3) Latar daerah pedesaan
4) Cerita sesuai taman
5) Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan
Angkatan 20an :
1) Adat kawin paksa
2) Pertentangan paham antar kaum tua dan kaum muda
3) Latar daerah pedesaan
4) Cerita sesuai taman
5) Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan
Bahasa
Novel Angkatan 20-an :
Bahasanya mengutamakan keindahan bahasa daripada isi , menggunakan ejaan lama, pepatah, pribahasa sehingga pembaca sukar untuk mengerti isi dari cerita tersebut.
Novel Angkatan 20-an :
Bahasanya mengutamakan keindahan bahasa daripada isi , menggunakan ejaan lama, pepatah, pribahasa sehingga pembaca sukar untuk mengerti isi dari cerita tersebut.
Pola Pikir Masyarakat
Novel Angkatan 20-an :
Pola pikir masyarakat masih kolot, terbelakang. Masih percaya akan adanya hal mistik dan sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan. Juga hanya perkataan orangtua lah yang paling benar dan harus dituruti.
Novel Angkatan 20-an :
Pola pikir masyarakat masih kolot, terbelakang. Masih percaya akan adanya hal mistik dan sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan. Juga hanya perkataan orangtua lah yang paling benar dan harus dituruti.
Tema Novel
Novel Angkatan 20-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema pada novel angkatan 20-an adalah kawin paksa, pertentangan adat, pertentangan antara kaum tua dan kaum muda.
Novel Angkatan 20-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema pada novel angkatan 20-an adalah kawin paksa, pertentangan adat, pertentangan antara kaum tua dan kaum muda.
Contoh karya sasta angkatan 20’an :
·
Balai Pustaka disebut angkatan 20an atau
populernya dengan sebutan angkatan Siti Nurbaya. Menurut Sarwadi (1999: 25)
nama Balai Pustaka menunjuk pada dua pengertian: 1. Sebagai nama penerbit 2.
Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia Balai Pustaka didirikan pada
masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Angkatan Balai Pusataka
merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang
dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat
dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
·
Siti Nurbaya (Karya Marah Rusli)-1922 Tema:
Kasih tak sampai dan kawin paksa Tokoh: Sitti Nurbaya, Samsul Bahri, Datuk
Meringgih Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsulbahri dan Sitti
Nurbaya, yang hendak menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsu dipaksa pergi
ke Batavia. Belum lama kemudian, Nurbaya menawarkan diri untuk menikah dengan
Datuk Meringgih (yang kaya tapi kasar) sebagai cara untuk ayahnya hidup bebas
dari utang; Nurbaya kemudian dibunuh oleh Meringgih. Pada akhir cerita Samsu,
yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda, membunuh Meringgih dalam suatu
revolusi lalu meninggal akibat lukanya.
·
Novel yang berjudul “Azab dan Sengsara” karya
Merari Siregar ini menceritakan kisah kehidupan seorang anak gadis bernama
Mariamin yang hidup sengsara karena harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan.
Mariamin mempunyai kekasih yang berasal dari keluarga kaya dan baik-baik yang
bernama Aminu’ddin berjanji akan menikahinya setelah dia mendapat pekerjaan
tapi Aminu’ddin tidak menikahinya karena ayahnya tidak setuju dengan hubungan
mereka, Aminu’ddin hanya meminta maaf lewat surat .2 tahun berlalu , mariamin pun
menikah dengan pria yang tidak ia kenal bernama kasibun yang setelah sekian
lama mengidap penyakit yang dapat menular pada pasangannya. Suatu ketika
Aminu’ddin datang ke rumah mariamin dan karena suaminya cemburu suaminya malah
menyiksa dan memukul Aminu’ddin, karena tidak tahan mariamin pun melaporkannya
ke polisi Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin terpaksa
Pulang ke negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa malu, menambah azab
dan sengsara yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir sungai Sipirok.
Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah berkesudahan.
Azab dan Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jazad
badan yang kasar itu.
Angkatan
30’an
UNSUR
ESTETIK
Angkatan 30an :
1) Tidak banyak menggunakan bahasa perumpamaan
2) Alur maju
3) Tokoh berwatak bulat
4) Tidak benyak digresi (sisipan)
5) Sudut pandang orang ketiga objektif
6) Bergaya romantic
1) Tidak banyak menggunakan bahasa perumpamaan
2) Alur maju
3) Tokoh berwatak bulat
4) Tidak benyak digresi (sisipan)
5) Sudut pandang orang ketiga objektif
6) Bergaya romantic
UNSUR
EKSTRAESTETIK
Angkatan 30an :
1) Masalah tentang kehidupan masyarakat kota
2) Terdapat cita-cita kebangsaan
3) Bersifat didaktis
Angkatan 30an :
1) Masalah tentang kehidupan masyarakat kota
2) Terdapat cita-cita kebangsaan
3) Bersifat didaktis
Bahasa
Novel Angkatan 30-an :
Bahasa kurang sopan, lebih apa adanya, sudah mendekati bahasa pada novel zaman sekarang.
Novel Angkatan 30-an :
Bahasa kurang sopan, lebih apa adanya, sudah mendekati bahasa pada novel zaman sekarang.
Pola
Pikir Masyarakat
Novel Angkatan 30-an:
Pola pikir masyarakat semakin maju. Kaum wanita juga ingin maju seperti kaum lelaki.
Novel Angkatan 30-an:
Pola pikir masyarakat semakin maju. Kaum wanita juga ingin maju seperti kaum lelaki.
Tema
Novel
Novel Angkatan 30-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema novel angkatan 30-an adalah perbedaan laki-laki dan perempuan, perempuan ingin maju, emansipasi wanita.
Novel Angkatan 30-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema novel angkatan 30-an adalah perbedaan laki-laki dan perempuan, perempuan ingin maju, emansipasi wanita.
Contoh karya sastra angkatan
30’an:
Karya
Abdul Muis : Pertemuan Jodoh (novel, 1933)
Tulis
Sutan Sati : Syair Rosina (1933)
Angkatan
45’an
Angkatan ’45 merupakan
angkatan yang lahir pada masa sebelum dan awal kemerdekaan, Pengalaman hidup
dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ‘45.
Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
baru yang romantik – idealistik. Sehingga karya sastra angkatan ini banyak
bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan. Angkatan ini memiliki konsep
seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan
bahwa mereka ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Penulis yang termasuk angkatan ’45 adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, Idrus,
Achdiat K. Mihardja, dan masih banyak penulis lainnya. Karya sastra yang
dihasilkan oleh angkatan ini diantaranya yang terkenal adalah Kerikil Tajam,
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Atheis, dan banyak lainnya.
Ciri-ciri
Angkatan ’45 adalah:
·
Terbuka
·
Pengaruh
unsur sastra asing lebih luas
·
Corak
isi lebih realis, naturalis
·
Individualisme
sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
·
Penghematan
kata dalam karya
·
Ekspresif
·
Sinisme
dan sarkasme
·
Karangan
prosa berkurang, puisi berkembang
Contoh sastra pada masa Angkatan ’45:
·
Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul
Sani-Rivai Apin)
·
Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
·
Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang
Putus (Chairil Anwar)
·
Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
·
Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)
·
Tandus (S. Rukiah)
·
Puntung Berasap (Usmar Ismail)
·
Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
·
Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
·
Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
·
Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi
Kartakusumah)
Angakatan 66’an
Sejarah Angkatan 66
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde
sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang
sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran
surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain pada masa angkatan
ini di Indonesia. Penerbit Pustaka
Jayasangat banyak membantu
dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada
akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini sepertiMotinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur
Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat
pada angkatan ini adalah Iwan
Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang
mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir
mendahului jamannya. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman,Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi
Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing
Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.
Ciri-ciri Angkatan 66
·
Mulai dikenal gaya
epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada).
·
Puisinya menggambarkan
kemuraman (batin) hidup yang menderita.
·
Prosanya menggambarkan
masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran,
dan kemiskinan.
·
Cerita dengan latar
perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan
lebih banyak mengemuka.
·
Banyak terdapat
penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi.
·
Muncul puisi mantra
dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi
tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.
Unsur Estetik Angkatan 66
Angkatan ini lahir di antara anak-anak muda dalam barisan
perjuangan. Angkatan ini mendobrak kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh
pemimpin-pemimpin yang salah urus. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi
besar-besaran menuntut ditegakkannya keadilan dan kebenaran.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah: bercorak
perjuangan antitirani, protes politik, anti kezaliman dan kebatilan, bercorak
membela keadilan, mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan, berontak
terhadap ketidakadilan, pembelaan terhadap Pancasila, berisi protes sosial dan
politik. Hal tersebut diungkapkan dalam karya sastra pada masa Angkatan ’66
antara lain: Pabrik (Putu Wijaya), Ziarah (Iwan
Simatupang), serta Tirani dan Benteng (Taufik Ismail).
·
Penulis
dan Karya Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar